CSS



Daftar Blog Saya

Search This Blog

Rabu, 25 Januari 2012

Syarat dan Cara Mandi Junub sesuai dengan Alqur’an dan Sunnah.

Mandi junub itu ialah mandi yang diwajibkan oleh agama Islam atas orang-orang mukallaf1 dari kalangan pria maupun wanita untuk membersihkan diri dari hadats besar2. Dan menurut aturan Syari’at Islamiyah, mandi junub itu dinamakan mandi wajib dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh3. Mandi junub ini adalah termasuk dari perkara syarat sahnya shalat kita, sehingga bila kita tidak mengerjakannya dengan cara yang benar maka mandi junub kita itu tidak dianggap sah sehingga kita masih belum lepas dari hadats besar. Akibatnya shalat kita dianggap tidak sah bila kita menunaikannya dalam keadaan belum bersih dari hadats besar dan kecil. Sedangkan mandi junub yang benar itu ialah mandi junub yang dilakukan dengan mengamalkan cara-cara mandi junub yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam.
Beberapa keadaan yang diwajibkan untuk mandi junub :
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan dia dianggap dalam keadaan berhadats besar sehingga diwajibkan dia untuk melepaskan diri darinya dengan mandi junub. Beberapa keadaan itu adalah sebagai berikut :
1. Keluarnya mani, apakah karena syahwat atau karena sebab yang lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai berikut :
Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Hanyalah air itu (yakni mandi) adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. (HR. Muslim dalam Shahihnya).
Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan: “Dan Maknanya ialah: Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental, yaitu mani4”.
2. Berhubungan seks, baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut :
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Apabila seorang pria telah menindih diantara empat bagian tubuh perempuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi karenanya”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
3. Berhentinya haid dan nifas (Masalah ini akan dibahas insya Allah dalam menu Muslimah).
4. Mati dalam keadaan Muslim, maka yang hidup wajib memandikannya. (Masalah ini akan dibahas insya Allah dalam topik pembahasan “Cara Memandikan Jenazah”).
Cara menunaikan mandi junub :
Karena menunaikan mandi junub itu adalah termasuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka disamping harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata, juga harus pula dilaksanakan dengan cara dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam. Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang memberitakan beberapa cara mandi junub tersebut. Riwayat-riwayat itu adalah sebagai berikut :
1. Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam telah bersabda : Barangsiapa yang meninggalkan bagian tubuh yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadanya demikian dan demikian dari api neraka”. (HR. Abu Dawud dalam Sunannya hadits ke 249 dan Ibnu Majah dalam Sunannya hadits ke 599. Dan Ibnu Hajar Al Asqalani menshahihkan hadits ini dalam Talkhishul Habir jilid 1 halaman 249)
Dengan demikian kita harus meratakan air ketika mandi janabat ke seluruh tubuh dengan penuh kehati-hatian sehingga dilakukan penyiraman air ketubuh kita itu berkalai-kali dan rata.
2. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha beliau menyatakan: Kebiasaannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam apabila mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian beliau berwudhu’ seperti wudhu’ beliau untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari-jemari beliau kedalam air, sehingga beliau menyilang-nyilang dengan jari-jemari itu rambut beliau, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuh beliau”. (HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits nomer 248 (Fathul Bari) dan Muslim dalam Shahihnya hadits ke 316. Dalam riwayat Muslim ada tambahan lafadz berbunyi demikian : “Kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh tubuhnya, kemudian mencuci kedua telapak kakinya”).
Jadi dalam mandi junubnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam, beliau memasukkan air ke sela-sela rambut beliau dengan jari-jemari beliau. Ini adalah untuk memastikan ratanya air mandi junub itu sampai ke kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di atasnya. Sehingga air mandi junub itu benar-benar mengalir ke seluruh kulit tubuh.
3. Maimunah Ummul Mu’minin menceritakan: Aku dekatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam air mandi beliau untuk janabat. Maka beliau mencuci kedua telapak tangan beliau dua kali atau tiga kali, kemudian beliau memasukkan kedua tangan beliau ke dalam bejana air itu, kemudian beliau mengambil air dari padanya dengan kedua telapak tangan itu untuk kemaluannya dan beliau mencucinya dengan telapak tangan kiri beliau, kemudian setelah itu beliau memukulkan telapak tangan beliau yang kiri itu ke lantai dan menggosoknya dengan lantai itu dengan sekeras-kerasnya. Kemudian setelah itu beliau berwudhu’ dengan cara wudhu’ yang dilakukan untuk shalat. Setelah itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan dengan sepenuh telapak tangannya. Kemudian beliau membasuh seluruh bagian tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya sehingga beliau mencuci kedua telapak kakinya, kemudian aku bawakan kepada beliau kain handuk, namun beliau menolaknya”. (HR. Muslim dalam Shahihnya hadits ke 317 dari Ibnu Abbas).
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa setelah membasuh kedua telapak tangan sebagai permulaan amalan mandi junub, maka membasuh kemaluan sampai bersih dengan telapak tangan sebelah kiri dan setelah itu telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai dan baru mulai berwudhu’. Juga dalam riwayat ini ditunjukkan bahwa setelah mandi junub itu, sunnahnya tidak mengeringkan badan dengan kain handuk.
4. Dari Maimun (istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam), beliau memberitakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam ketika mandi janabat, beliau mencuci kemaluannya dengan tangannya, kemudian tangannya itu digosokkan ke tembok, kemudian setelah itu beliau mencuci tangannya itu, kemudian beliau berwudhu’ seperti cara wudhu’ beliau untuk shalat. Maka ketika beliau telah selesai dari mandinya, beliau membasuh kedua telapak kakinya”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya, hadits ke 260).
Dari hadits ini, menunjukkan bahwa menggosokkan telapak tangan kiri setelah mencuci kemaluan dengannya, bisa juga menggosokkannya ke tembok dan tidak harus ke lantai. Juga dalam hadits ini diterangkan bahwa setelah menggosokkan tangan ke tembok itu, tangan tersebut dicuci, baru kemudian berwudhu’.
Penutup & Kesimpulan :
Dari berbagai riwayat tersebut di atas kita dapat simpulkan, bahwa cara mandi junub itu adalah sebagai berikut :
  1. Mandi junub harus diniatkan ikhlas semata karena Allah Ta’ala dalam rangka menta’atiNya dan beribadah kepadaNya semata.
  2. Dalam mandi junub, harus dipastikan bahwa air telah mengenai seluruh tubuh sampaipun kulit yang ada di balik rambut yang tumbuh di manapun di seluruh tubuh kita. Karena itu siraman air itu harus pula dibantu dingan jari-jemari tangan yang mengantarkan air itu ke bagian tubuh yang paling tersembunyi sekalipun.
  3. Mandi junub dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, masing-masing tiga kali dan cara membasuhnya dengan mengguyur kedua telapak tangan itu dengan air yang diambil dengan gayung. Dan bukannya dengan mencelupkan kedua telapak tangan itu ke bak air.
  4. Setelah itu mengambil air dengan telapak tangan untuk mencuci kemaluan dengan telapak tangan kiri sehingga bersih.
  5. Kemudian telapak tangan kiri itu digosokkan ke lantai atau ke tembok sebanyak tiga kali. Dan setelah itu dibasuh dengan air.
  6. Setelah itu berwudhu’ sebagaimana cara berwudhu’ untuk shalat.
  7. Kemudian mengguyurkan air dari kepala ke seluruh tubuh dan menyilang-nyilangkan air dengan jari-jemari ke sela-sela rambut kepala dan rambut jenggot dan kumis serta rambut mana saja di tubuh kita sehingga air itu rata mengenai seluruh tubuh.
  8. Kemudian bila diyakini bahwa air telah mengenai seluruh tubuh, maka mandi itu diakhiri dengan membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki.
  9. Disunnahkan untuk tidak mengeringkan badan dengan kain handuk atau kain apa saja untuk mengeringkan badan itu.
  10. Disunnahkan untuk melaksanakan mandi junub itu dengan tertib seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam.
Demikianlah cara mandi junub yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dan juga telah dicontohkan oleh beliau. Semoga dengan kita menunaikan ilmu ini, amalan ibadah shalat kita akan diterima oleh Allah Ta’aala karena kita telah suci dari junub atau hadats besar. Amin Ya Mujibas sa’ilin.
1. Tentang pengertian orang yang mukallaf, artinya orang yang telah baligh dari sisi usianya dan telah mumayyiz dari sisi kemampuan berfikirnya. Mumayyiz itu sendiri artinya ialah kemampuan membedakan mana yang bermanfaat baginya dan mana pula yang bermudarat.
2. Tentang pengertian hadatas besar, telah diterangkan dalam artikel “Apa & Bagaimana Thaharah ?”
3. Ar Raudhatun Nadiyah, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan, hal. 35.
4. Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab, Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi, jilid 2 hal. 153, Darul Fikr Beirut Libanon, cet. Th. 1417 H / 1996 M.

tambahan............................
alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:
  1. “Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
  2. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43)
  3. “Sesungguhnya (mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim no. 343)
  4. Dari Aisyah RA, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapatkan dirinya basah sementara dia tidak ingat telah mimpi, beliau menjawab, “Dia wajib mandi”. Dan beliau juga ditanya tentang seorang laki-laki yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah, beliau menjawab: “Dia tidak wajib mandi”.” (HR. Abu Daud no. 236, At Tirmidzi no. 113, Ahmad 6/256. Dalam hadits ini semua perowinya shahih kecuali Abdullah Al Umari yang mendapat kritikan[6]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
  5. “Ummu Sulaim (istri dari Abu Tholhah) datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhari no. 282 dan Muslim no. 313)
  6. “Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
  7. Dari Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya namun tidak sampai keluar air mani. Apakah keduanya wajib mandi? Sedangkan Aisyah ketika itu sedang duduk di samping, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang dimaksud adalah Aisyah, pen) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun mandi.” (HR. Muslim no. 350)
  8. Dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu, “Beliau masuk Islam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
  9. “Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939)
  10. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata, “Jika bayi karena keguguran tersebut sudah memiliki ruh, maka ia dimandikan, dikafani dan disholati. Namun jika ia belum memiliki ruh, maka tidak dilakukan demikian. Waktu ditiupkannya ruh adalah jika kandungannya telah mencapai empat bulan, sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
  11. “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
  12. “Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
  13. Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
  14. “Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
  15. “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
  16. Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
  17. Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
  18. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
  19. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”
  20. Dari Aisyah RA, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)
  21. Dari Aisyah RA, “Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277)
  22. Dari Aisyah RA, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”  (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
  23. Dalam hadits Ummu Salamah, “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
  24. Dari Aisyah RA, “Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)
  25. Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah selesai mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad 6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
  26. Dari Ibnu ‘Umar, Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, “Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi Syaibah secara marfu’ dan mauquf
  27. Dalam hadits Maimunah, “Lalu aku sodorkan kain (sebagai pengering) tetapi beliau tidak mengambilnya, lalu beliau pergi dengan mengeringkan air dari badannya dengan tangannya” (HR. Bukhari no. 276)
  28. http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/tata-cara-mandi-wajib.html/
  29. http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/5-hal-yang-meny

Tidak ada komentar:

Posting Komentar